Search:

Selasa, 06 Maret 2012

6 Alasan mengapa MenonTon vide0 PORNO lebih bahaya dari narkoba

SEPEKAN terakhir publik dibikin geger dengan pernyataan Menkominfo Tifatul Sembiring yang akan menutup layanan Blackberry di Indonesia. Deadline telah ditetapkan 17 Januari 2010. Ya, seminggu lagi. Blackberry akan ditutup bila Research in Motion (RIM) tidak memblokir konten pornografi di layanannya.
Di luar soal permintaan agar memblokir akses pornografi di layanan Blackberry, pemerintah sejatinya minta agar RIM membangun data center di Indonesia. Menkominfo mengaku, RIM sudah di-deadline sejak Agustus 2010. Tapi, permintaan pemerintah tak pernah digubris.
Lepas dari pro kontra atas kebijakan pemerintah ini, lantas, mengapa Menkominfo begitu getol meminta Blackberry untuk memblokir konten pronografi dalam layanannya?
Nah, saya punya sebuah kisah pendek saat video porno mirip Ariel beredar tahun lalu.
Saat itu istri saya bercerita bagaimana gundahnya para ibu atas masa depan anak-anaknya. Saat itu istri saya bertemu dengan kawan-kawannya sesama ibu rumah tangga. Para ibu ini sempat ngobrol tentang video porno artis yang menyebabkan Ariel telah ditetapkan sebagai tersangka. Intinya, para ibu-ibu ini sempat mengungkapkan kegundahan dan kegalauannya tentang ancaman pornografi terhadap anak-anak.
’’Gimana ya, Dek, aku sekarang ragu mau menyekolahkan anakku ke SMP negeri,’’ kata seorang ibu yang anaknya segera lulus dari SD kepada istri saya.
’’Okelah aku tidak ngasih HP anakku. Tapi, dia kan masih bisa lihat punya temannya,’’ ucapnya, kali ini kian tak bisa menyembunyikan kegundahannya.
Di bagian lain, saat saya membuka akun facebook, Yuni Ikawati, kawanku yang jurnalis Kompas, sempat menulis status, ’’Penegak hukum harus segera mengungkap dan menghukum berat penyebar video porno. Ulah “Si Tangan Setan” ini diberitakan sudah menelan korban. Dua kasus pemerkosaan yang terjadi kemarin, menurut pengakuan si pelaku dipicu oleh tayangan video porno di HP mereka. Sungguh memprihatinkan!’’
Ketika saya mendengar cerita istri seperti itu, saya pun dibekap kegundahan yang sama. Semua orang tua waras pasti akan diliputi perasaan yang sama. Makanya, saya sempat heran ketika sejumlah kawan malah ’’menikmati’’ video yang sangat tak pantas ditonton itu. Saya hanya berpikir, tidakkah mereka berpikir manakala suatu saat anak-anaknya yang masih berseragam SD itu ternyata sudah ’’hobi’’ nonton video porno, sebagaimana bapaknya juga sangat suka nonton video semacam itu? Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Silakan sajalah, setiap orang punya prinsip dan cara pandang yang berbeda soal ini. Saya tak mau merecoki kawan-kawan saya itu. Toh, mereka bukan anak kecil.
Kembali lagi ke bab kegundahan para ibu itu. Setelah mendengar cerita ibu-ibu itu, saya akhirnya sampai pada suatu kesimpulan: PORNOGRAFI harus diperangi secara masif, bukan oleh pemerintah, tapi oleh unit sosial terkecil, yaitu KELUARGA!
Karena saya berpikir, sesungguhnya pornografi jauh lebih berbahaya daripada narkoba. Bila narkoba berbahaya, pornografi jauh lebih berbahaya. Mengapa? Sedikitnya ada enam alasan.
PERTAMA, ada kalanya pemakai narkoba mengenal barang haram itu dari orang lain, bisa dari kawan, sahabat, saudara, dsb. Mayoritas para pemakai mengenal narkoba dari orang-orang dekatnya dan pergaulan yang tak beres.
Tapi, seorang anak bisa mengenal pornografi tanpa harus mendapat dorongan dari orang lain. Cukup dari pemberitaan media massa, seseorang tadinya emoh melihat video porno, tapi karena diberitakan besar-besaran, dia pun bisa penasaran untuk mengaksesnya.
Sehingga, untuk membuat seorang anak menjadi suka terhadap pornografi, tidak dibutuhkan orang lain untuk mendorongnya.
KEDUA, biaya mengonsumsi pornografi jauh lebih murah daripada mengonsumsi narkoba. Untuk bisa menikmati sabu-sabu misalnya, dibutuhkan uang puluhan ribu atau ratusan ribu rupiah untuk mendapatkannya. Sedangkan untuk bisa mengonsumsi beragam konten pornografi, dibutuhkan biaya murah. Cukup Rp 3.000, seorang anak bisa mengonsumsi pornografi di bilik-bilik warung internet dengan privasi terjaga.
KETIGA, mengakses pornografi juga jauh lebih mudah daripada mengakses narkoba. Untuk bisa mengonsumsi narkoba, seorang anak harus mengenal dulu sesama pemakai, lalu mengenal pengedar. Tentu membutuhkan waktu yang kadang kala tidak sebentar untuk melakoni hal ini.
Namun, tidak demikian dengan pornografi. Untuk bisa mengonsumsi pornografi, seorang anak cukup memencet tombol-tombol hand phone untuk mengakses situs porno atau mendapatkan video porno. Di hand phone pula konten pornografi itu dengan mudah dikonsumsi berulang kali, tidak sama dengan narkoba yang habis pakai.
KEEMPAT, mengonsumsi pornografi relatif aman dari jamahan tangan aparat keamanan. Rasanya belum ada orang ditangkap polisi gara-gara nonton video porno. Berbeda halnya dengan narkoba. Sudah tak terhitung berapa orang pemakai narkoba yang dijebloskan ke penjara karena menikmati barang haram itu.
KELIMA, sanksi hukum bagi pelaku pornografi, apakah dia pembuat, pelaku, penyebar, dsb, tidak seberat pelaku narkoba. Jika pelaku narkoba bisa dihukum mati, seumur hidup, atau penjara belasan tahun (tergantung bobot kesalahan dan jenis narkobanya), pelaku pornografi hanya dihukum beberapa tahun sampai maksimal belasan tahun.
Dan sejauh ini, belum ada pelaku pornografi di Indonesia yang dihukum sampai belasan tahun karena UU Pornografi baru saja disahkan, setelah dihambat di sana-sini. Seandainya UU Pornografi belum disahkan, mungkin Ariel cuma bakal dikenakan pasal KUHP tentang kesusilaan yang hukumannya cuma kurungan beberapa bulan.
Jika sudah begini, dimana suara para penentang UU Pornografi dulu?
KEENAM, menghilangkan bekas kecanduan narkoba relatif lebih mudah daripada menghilangkan bekas kecanduan pornografi. Dengan terapi medis, kecanduan narkoba bisa disembuhkan dengan sejumlah syarat pendukung lainnya. Namun, otak yang bertahun-tahun dijejali pornografi, sulit akan bersih dari pengaruh pornografi. Materi-materi porno itu akan lekat dalam ingatannya, apalagi bila sudah terbiasa mengonsumsi pornografi sejak dini. Na’uzubillah…
Sampai di sini, saya hanya merenung, betapa beratnya menjadi orang tua zaman sekarang. Melepas anak ke sekolah atau bermain, rasanya seperti melepas seekor rusa di tengah hutan belantara. Singa, harimau, dan srigala bisa memangsa rusa itu dengan sangat mudah.
Kepada kawan-kawan yang membaca catatan ini, apakah yang harus dilakukan oleh kita para orang tua dan calon orang tua untuk membentengi anak-anak kita? (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright© By:hacker_Kevin™ 2010